Kota Chamonic dengan sungai di tengah kota, dikelilingi pegunungan Alpen dan Mont Blanc sebagai panorama utamanya.
Perjalanan memandang puncak Eropa dari dekat telah saya jalani beberapa tahun yang lalu, tapi kenangan yang tertanam begitu membekas, indah dan takjub. Itulah dua kata yang terlintas setiap kali mengenang tempat ini. Apa pun musimnya Pegunungan Alpen dengan Mont Blanc yang selalu putih tertutup salju, bagi saya, adalah daerah yang paling cocok untuk berlibur dalam segala musim di Eropa.
Puncak Eropa yang saya maksudkan adalah Mont Blanc, dan dari Aiguille du Midi-lah saya dapat melihat gunung dengan salju abadi itu begitu dekat. Aiguille du Midi terletak di Pegunungan Mont Blanc bagian Alpen Perancis. Dengan ketinggian puncak 3842 meter, ini merupakan puncak tertinggi diukur dari daerah Chamonix Mont Blanc. Mengapa dari sana? Itu karena daerah ini merupakan ibu kota dunia bagi para pendaki Pegunungan Alpen, sebagai titik memulainya pendakian.
Maka itu, sebelum saya bicara mengenai Aiguille du Midi, saya akan bercerita sedikit mengenai daerah Chamonix Mont Blanc. Mengapa? Karena seperti yang saya tulis tadi, sejak awal abad ke-20 daerah ini dipakai sebagai tempat pemberangkatan para pendaki menuju Alpen. Dari kota yang berada di kaki pengunungan Mont Blanc inilah kita setiap harinya akan disajikan sebuah gunung raksasa dengan puncak putih. Sulit digambarkan dengan kata-kata gambaran yang terekam dalam mata karena tak terhitung jumlah mata memandang gunung bersalju itu, rasa kagum tak akan sirna.
Chamonix Mont Blanc, merupakan komunitas Perancis, terdapat di Haute-Savoie termasuk dalam daerah Rhône-Alpes. Komunitas Chamonix Mont Blanc meliputi daerah utara hingga selatan dengan kota dan desa kecil cantik yang menjadi incaran para wisatawan mancanegara. Kota-kota itu terdiri dari Le Tour, Montroc, Le Planet, Argentière, Les Chosalets, Le Lavancher, Les Tines, Les Bois, Les-Praz-de-Chamonix, Chamonix-Mont-Blanc, Les Pècles, Les Mouilles, Les Barrats, Les Pélerins, Les Gaillands, hingga Les Bossons.
Saat kami berlibur pada musim panas untuk menikmati pemandangan Mont Blanc, daerah Argentière yang kami pilih. Alasan utamanya adalah karena hanya 10 kilometer dan 10 menit dari kota Chamonix. Lebih banyak pilihan berupa vila penginapan dengan suasana yang masih asri dan sepi. Juga pada musim dingin banyak sekali stasiun ski di daerah Argentière ini.
Kami menyewa sebuah gite (villa), yaitu sebuah rumah dengan 2 kamar, dapur dan fasilitas lainnya. Hanya di gite biasanya seprai tempat tidur si penyewa yang membawa sendiri. Apabila tak ada, kadang pemilik gite bisa menyediakan dengan biaya tertentu.
Keuntungan menyewa gite daripada hotel adalah bagaikan menyewa rumah dengan fasilitas yang memungkinkan kita untuk masak, mencuci baju, layaknya berada di rumah sendiri. Bisa memasak sendiri, selain lebih hemat, lebih santai bagi saya dan keluarga. Untuk keperluan sehari-hari, segala kebutuhan bisa didapatkan antara Argentière hingga Chamonix yang sangat lengkap.
Kembali berbicara mengenai Chamonix. Kota Chamonix merupakan kota mungil, tetapi dengan fasilitas sangat lengkap. Saking lengkapnya saya sampai dibuat kaget-kaget karena butik-butik yang menjual barang bermerek terkenal seperti Gucci dan Hermes berjejer bagaikan di Paris!
Heran kan? Kota kecil bisa seperti itu? Namanya juga incaran wisatawan, dan karena memang dari kota inilah transportasi untuk menuju puncak Eropa berada dan juga berbagai macam jenis kegiatan olahraga ditawarkan. Khususnya, olahraga jalan kaki. Orang Eropa, apalagi masyarakat Perancis, sangat menyukai aktivitas dengan berjalan kaki. Jadi melakukan tamasya dengan berjalan kaki menikmati keindahan alam menyusuri jalan setapak, memasuki hutan kecil, berjalan di pinggir sungai, semua yang dilakukan dengan berjalan kaki, menjadi aktivitas pilihan pertama.
Kota Chamonix juga disebut sebagai kota kosmopolitan karena perbauran dari berbagai budaya yang banyak memengaruhi peradaban kota ini. Pengaruh dari Swiss dan Italia yang paling banyak berbaur, tak heran kota yang mulai dibangun tahun 1091 ini berbatasan dengan Swiss dan Italia. Dan saat kami berlibur ke sana, kota Geneva di Swiss dan Valley d'Aoste di Italia kami datangi karena kami hanya menempuh jarak sekitar satu jam menuju Swiss dan kurang dari satu jam menuju Italia. Bahkan ada kereta yang membawa kita hingga ke dua negara tersebut dari Chamonix.
Kota Chamonix selalu terlihat menarik, baik pada musim dingin maupun panas. Kota yang berada di kaki Pegunungan Alpen ini memang selalu terlihat padat oleh turis dari berbagai penjuru dunia. Mereka yang senang bermain ski akan senang juga menghabiskan keseharian di kota yang memiliki arsitektur campuran tradisi setempat dengan kayu yang diukir, tetapi berfasilitas modern. Selain itu, untuk mencari makanan, suvenir, hingga perlengkapan pendakian atau ski pada musim dingin, di kota inilah semuanya serba ada.
Restoran di kota Chamonix memiliki keunggulan karena kebanyakan menyajikan makanan khas setempat, keju leleh, daging asap, serta daging panggang seperti rusa muda dan domba muda. Kebanyakan makanan di daerah pegunungan menggunakan keju yang dipanggang atau dilelehkan, mungkin sesuai dengan iklim setempat yang terbilang selalu sejuk.
Namun, yang membuat saya senang adalah hampir seluruh restoran memiliki teras sehingga saat matahari bersinar kita dapat menikmati santapan lezat sambil memandang alam... apalagi jika pas, pemandangan kita menghadap ke gunung bersalju, lengkaplah sudah kenikmatan yang tersaji.
Kereta gantung menuju puncak Eropa
Berada di puncak Eropa! Merupakan impian... apalagi bagi mereka, para pendaki. Sayangnya saya bukan seorang pendaki profesional. Namun, sejak tahun 1955 manusia bisa berada bersebelahan dengan puncak Eropa, Mont Blanc, yaitu Aiguille du Midi, bukan dengan mendaki, melainkan dengan kereta gantung!
Munculnya ide kereta gantung dimulai dari usul Marc Eugster asal Swiss yang mendapatkan dukungan dari perusahaan lift terkemuka dan juga ide dari Léon Estivant dan Emile Dollot, berkebangsaan Perancis. Ide yang muncul yang mulai dilaksanakan pada tahun 1909 ini banyak mengalami kendala, salah satunya saat Perang Dunia I, pelaksanaan pembangunan kereta gantung itu sempat terhenti.
Dan pada tahun 1938 bagian pertama dari kereta gantung kelar dibangun. Bagian pertama dari kereta gantung ini dapat mengangkut 72 penumpang dari Chamonix hingga Plan d'Aiguille, yaitu di ketinggian 2.317 mdpl. Barulah pada tahun 1955 kereta gantung kedua selesai dibangun. Kereta gantung kedua inilah yang dapat membawa 66 penumpang hingga mencapai ketinggian 3.776 mdpl, yaitu Aiguille du Midi.
Kecepatan kereta gantung dalam melakukan perjalanan adalah 10–12 meter per detik, sangat cepat bukan? Makanya tak heran, apabila selama dalam perjalanan dalam kereta gantung, banyak penumpang yang jantungan. Saat menanjak memang tak terlalu berasa... tapi saat turun....wuihhhh lumayan seram juga meluncur dari ketinggian menuju dataran rendah...
Biaya menaiki kereta gantung ini 14 hingga 20 euros (pergi-pulang). Dan jangan heran jika antrean selalu saja panjang, tak mengenal musim.
Saat musim dingin penumpang yang naik dalam kereta gantung menuju Aiguille du Midi ini kebanyakan dengan pakaian ski mereka, badan tertutup dari atas kepala hingga ujung tangan dan kaki. Jelas saja karena tujuan mereka adalah untuk meluncur di atas salju putih. Dan saat musim semi hingga panas, kontras sekali pakaian yang dikenakan, kaus tangan pendek dan celana pendek.
Karena memang berhawa panas, banyak turis yang kecele, di Chamonix iklim memang bikin badan keringatan karena teriknya matahari, tetapi kerap mereka lupa, tujuan mereka adalah melihat puncak Eropa yang bersalju. Jadi sudah pasti hawanya bukan hanya segar tapi beku...!! Namanya juga puncak gunung.
Untung, mertua saya sudah wanti-wanti kepada kami, apabila ingin ke Aiguille du Midi, pakailah celana panjang dari katun agar tak terlau gerah saat berangkat tetapi juga cukup melindungi dari hawa dingin, sepatu olahraga, baju hangat, dan jaket musim semi. Juga tutur mereka, jangan lupa kacamata... karena akan silau.
Benar saja, untung saya ini menantu yang baik sehingga menuruti apa nasihat mereka, dan sangat berguna sekali. Saat berangkat dari Chamonix hawa saat itu hingga 33 derajat celsius, makin tinggi, makin terasa sejuk. Saat berhenti di kereta gantung pertama untuk ganti kereta gantung kedua, saat keluar... brrrrr suhu mulai terasa dingin, baju hangat lekas-lekas kami gunakan. Beberapa turis yang bersamaan dengan kami, menggigil karena bercelana pendek dan bersandal jepit pula....
Wow, sampailah saat itu kami di Aiguille du Midi! Dinginnnnnn... dan angin yang menusuk telinga menyambut tubuh kami saat keluar menuju teras di Aiguille du Midi yang suhunya mencapai minus 8 derajat! Dan sebuah gunung begitu perkasa namun lembut dengan salju yang menutupinya memukau, membuat semua pengunjung terpana.
Kami dikelilingi oleh Pegunungan Alpen, saya merasa bagaikan dilingkari oleh jarum-jarum raksasa putih menjulang. Dan saat suami saya, Kang Dadang alias David, berseru, "Lihat itulah Mont Blanc..!" Saya dan anak saya langsung berputar arah membuka lebar mata karena inilah saatnya impian saya menjadi kenyataan... bertemu dengan gunung yang diselimuti oleh es dan salju menjulang menyentuh langit, begitu megah begitu indah...
Saya ini sangat sensitif sekali bila berhadapan dengan alam. Kata anak saya, diri saya menjadi cengeng setiap kali memandang keagungan alam. Haru dan hampir menangis saat itu, untung Adam mulai meledeki ibunya yang mulai berkaca-kaca karena berhadapan dengan Mont Blanc, maka tak jadilah air mata haru ini sampai menetes....
Apabila saya yang hanya berhadapan dengan gunung bersalju abadi ini bisa begitu tersentuh dan ingin sekali menyentuhnya, bisa saya bayangkan jiwa para pendaki yang rela berhadapan dengan maut demi berada di puncak Mont Blanc
No comments:
Post a Comment