Thursday, September 22, 2011

Jangan Hanya "Stake Holders", tapi "Right Holders"




 
ICHWAN SUSANTO Gedung Pusat Pelatihan REDD+ di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (1/9/2011).



PALANGKARAYA,  Dalam pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+), masyarakat hendaknya tak hanya menjadi stake holders atau pemangku kepentingan. Mereka juga harus berperan sebagai right holders dengan diberikan hak untuk menentukan aktivitas pelestarian lingkungannya sendiri.
Demikian dikatakan anggota Komisi Daerah REDD+ Kalteng, Aloe Dohong, dalam sesi Governors Climate and Forests (GCF) yang bertema "Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mensinergikan Stakeholders Dalam Pelaksanaan REDD+" di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (22/9/2011).
Masyarakat sepatutnya memiliki hak menerapkan REDD+ tanpa tekanan dari siapa pun. Jika hak sudah diberikan, mereka harus mampu mereduksi emisi dengan caranya sendiri. Bila konsep right holders bisa diterapkan dengan baik, masyarakat akan turut menjadi pelaku implementasi REDD+.
Karena itu, menurut Aloe, peran pengawas sebagai bentuk dari penerapan stake holders sebaiknya dilengkapi dengan pelaksana. Jadi, civil society tak hanya menjadi watch dog yang memantau pelaksanaan REDD+ sesuai jalur atau belum. "Mereka bisa ikut bekerja," ujarnya.
Ketua The Institute for the Conservation and Sustainable Development of Amazonas, Mariano Cenamo, mengatakan, sebagai bagian dari civil society di Brasil, pihaknya ikut terlibat menerapkan REDD+.
Sebanyak 15 proyek sedang dijalankan LSM tersebut. Lalu, kami juga sudah mengajukan tiga rancangan undang-undang (RUU) dan satu di antaranya sudah disetujui. "Selain itu, kami sedang mengajukan dua peraturan daerah," katanya.

No comments:

Post a Comment